Trader yang ambisius pasti selalu mencari cara untuk meningkatkan strategi trading. Di sisi lain, trader pemula pasti terfokus pada satu pendekatan dulu sebelum mencoba strategi lain. Seringnya, trader pemula hanya fokus pada sinyal masuk dan melupakan area penting lain.
Padahal masih ada beberapa area kunci yang lain seperti sinyal keluar, position sizing, psikologi trading, strategi obyektif, juga pemilihan market. Sinyal masuk akan memberi tahu kapan waktu terbaik untuk masuk, dan position sizing merupakan disiplin terkait cara trading.
Sejumlah teori bahkan menyebut position sizing sebagai alat yang bisa merubah permainan. Tapi banyak yang menyebut bahwa strategi martingale punya risiko tinggi sehingga tak tepat dipakai trader pemula. Karenanya, akan lebih tepat jika strategi ini dilatih hingga berbulan lamanya sebelum diterapkan.
Cara kerja strategi martingale
Martingale merupakan sistem negatif yang mengharuskan trader menaikkan position sizing seiring kekalahan yang terjadi. Lebih spesifiknya, trader harus menggandakan ukuran trading jika kalah. Itu sebabnya strategi martingale tak cocok dipakai trader pemula karena penuh risiko.
Skenario klasik dari strategi martingale yaitu mencoba trading di mana kemungkinan hasilnya adalah 50% terjadi, meski peluangnya sangat kecil. Trader pada akhirnya bisa saja tak menghasilkan apa-apa, juga tak kehilangan apa-apa dalam jangka panjang. Tak profit, juga tak rugi.
Untuk porsi 50-50, ada dua pendekatan untuk mengukur ukuran trading. Strategi martingale adalah tentang menggandakan ukuran trading saat kalah, dengan maksud menyeimbangkan modal jika menang. Berbanding terbalik dengan strategi lain yang harus menggandakan ukuran trading jika menang trading.
Dua hasil strategi martingale
Bayangkan jika trading punya hasil sama kuat, dengan memiliki peluang yang sama. Untuk membuat mudah, mari sebut hasil A dan hasil B. struktur trading martingale punya peluang sama besar, yaitu 1:1. Asumsinya yaitu trading USD 5 dan berharap hasil A atau menang, tapi yang terjadi justru hasil B sehingga kalah trading.
Untuk trading selanjutnya, modal trading dinaikkan jadi USD 10 dengan harapan hasil A akan datang. Tapi hasil B yang terlihat sehingga kalah trading USD 10. Sekali lagi, modal lalu ditambah jadi USD 20 dengan hasil A yang terjadi untuk mengembalikan modal trading yang dikeluarkan.
Trader akan tetap melakukan ini sampai hasil yang diharapkan terjadi. Besaran profit yang dimenangkan dari sekali trading akan menutup semua kekalahan awal yang diderita. Tapi kemungkinan untuk mengalami kekalahan juga tak terbatas, sehingga mengharuskan trader punya banyak modal.
Bahkan jika trader menang sekalipun, profit hanya akan berjumlah sesuai modal trading yang dipakai. Masalah pada strategi martingale yaitu profit yang didapat tak akan banyak, dan dalam waktu yang sama risiko yang ditanggung sangat besar jika dibanding potensi profit yang mungkin didapat.
Satu contoh mudah, dengan modal awal senilai USD 5, tiga kekalahan beruntun bisa menyebabkan kerugian sampai USD 40. Bayangkan jika kekalahan beruntun terjadi lebih panjang. Semisal kalah enam kali beruntun, risiko yang didapat bisa sampai USD 320 hanya untuk mengejar profit USD 5.
Memang, peluang kalah beruntun hingga enam kali sangat jarang, tapi bisa saja terjadi. Inilah kunci masalah dari strategi martingale. Peluang menang trading hanya bisa digaransi jika trader punya modal tak terbatas untuk melipat-gandakan ukuran trading yang sebelumnya diambil.
Penjelasan sistem martingale
Tapi bagaimana strategi matingale bisa menghasilkan profit dalam trading? Market forex tak berjalan lurus-lurus saja dengan hanya kalah menang saja. Ini karena profit atau rugi merupakan variabel hasil. Trader bisa menentukan harga, di mana akan mengambil profit, lalu menghindari kerugian. Dengan melakukan ini, potensi profit yang didapat akan lebih besar dibanding risiko.
Chart 1 menit di atas menunjukkan EUR/USD dengan indikator relative strength index (RSI) yang mampu menunjukkan entry point sederhana dan kondisi market. Jika RSI di bawah angka 30, market sedang mengalami penjualan besar-besaran. Jika RSI di atas 70, market menunjukkan pembelian berlebihan.
Di 10.03 am dalam chart, RSI menunjukkan di atas 70, dan ini bisa menjadi entry point. Trader menjual 1 lot EUR/USD di 1.1095 dengan menempatkan stop-loss mental 30 pip di bawah 1.1095. Inilah area di mana trader bisa mengambil profit. Stop-loss aktual lalu ditempatkan di atas 1.1125, dan sayangnya EUR/USD terus naik sehingga pada 10.15 am stop-loss sudah tersentuh.
Dalam hal ini, trader sudah bisa dikatakan kalah trading. Tapi martingale strategi mengharuskan untuk melipat-gandakan modal. Alih-alih memakai stop-loss aktual, stop-loss mental lebih dipilih. Kenapa? Karena tak akan berguna menutup trading, lalu membuka trading lagi dengan nilai dua kali lipat.
Bisa dibayangkan jika skenario di atas terjadi berulang kali hingga kalah beruntun? Strategi martingale kemungkinan besar bekerja di situasi market yang punya probabilitas tinggi pada pembalikan poin, dan sangat berisiko tinggi pada market tren. Satu sisi buruk dari strategi martingale yaitu bermain-main dengan kekalahan, yang dalam kata lain berarti melanggar aturan manajemen keuangan.
Mau tanya pair apa saja yang lebih aman untuk averaging martingale ?
Tentunya bukan Xau dan Gbp yang serem.
biasanya di eurusd
tapi martingale itu tetap berbahaya loh