Sudah banyak percobaan dilakukan dalam beberapa tahun untuk membuat teori guna menentukan nilai keseimbangan yang tepat untuk rasio nilai tukar forex. Ide ini mengacu pada kemampuan daya beli, yang merupakan bagian dari analisa fundamental dalam market forex.

Daya beli pada mulanya dipahami sebagai ukuran rasio keseimbangan nilai tukar jangka panjang antara pecahan mata uang. Meski demikan, penerapannya kini lebih sering digunakan sebagai alat untuk analisa ekonomi antar negara seperti yang banyak terjadi saat ini.

Apa Itu Daya Beli?

Daya beli sepenuhnya bergantung berdasarkan pada asumsi, yang mana harga satuan barang di satu negara harus berharga sama dengan satuan barang di negara lain. Teori ini didasarkan pada Law of One Price, yang menyatakan bahwa barang yang tak terikat apapun harus dijual dengan harga sama di seluruh dunia.

Secara teoritis, ini bisa dilakukan dengan memberlakukan arbritasi yang nantinya menggerakkan harga agar sesuai dengan hukum satu harga. Dengan demikian, teori ini berasumsi bahwa biaya transaksi harus setara di mana saja. Pada praktiknya, biaya transaksi selalu terkait dengan lokasi geografis dan jenis produk.

Sebagai konsekuensi, hukum ini hanya akan benar-benar bekerja jika tanpa menghitung biaya pajak, transportasi, dan elemen lain. Ambil contoh dari harga gandum di Amerika dan Inggris untuk membuat ilustradi teori ini. Asumsikan harga gandum di Amerika yaitu USD 4 per karung.

Semisal pasangan mata uang GBP/USD bernilai 1.2500, maka tanpa menghitung biaya transportasi dan lainnya, harga dari satu kantung gandum di Inggris harusnya 4/1.25 = EUR 3.20. Jika ternyata harganya berbeda, maka peluang untuk melakukan arbitrase tetap terbuka.

Tapi bagaimana jika harga sebenarnya sekarung gandum ternyata lebih murah dari EUR 3.20 di Inggris? Jika demikian, trader bisa membeli gandum di Inggris dan menjual langsung dengan harga lebih tinggi di Amerika. Aksi trading semacam ini akan memicu harga naik di Inggris dan harga turun di Amerika.

Kondisi seperti ini akan terus berlanjut sampai keseimbangan tercapai, dan harga di kedua negara diubah mengikuti prinsip hukum satu harga. Meski demikian, hukum satu harga kadang membingungkan jika dikaitkan dengan daya beli, karena dua aspek ini merupakan hal berbeda.

Daya Beli Absolut

Daya beli absolut merupakan nilai tukar yang seimbang saat nilai satuan barang atau jasa punya nilai sama di antara dua negara. Teori daya beli memprediksi bahwa market akan menekan sehingga membuat nilai tukar akan menyesuaikan saat harga dari satuan barang secara nasional tak seimbang.

Jika dibandingkan negara A dan negara B, dengan rasio nilai tukar E, teori ini akan menyatakan: harga satuan barang di negara A = harga satuan barang di negara B x E. Market kemudian bisa memanipulasi daya beli ini dengan formula: E = harga satuan barang di negara A / harga satuan barang di negara B.

Itu sebabnya, rasio daya beli akan menyeimbangkan rasio satuan barang di satu negara, dengan barang yang identik. Situasi ini tak akan bisa tercapai jika satuan barang tak seimbang. Meski demikian, satu masalah yang muncul yaitu apakah berat tiap satuan barang juga mempunyai kadar sama persis?

Tentu saja ini masih lebih mudah dipertimbangkan daripada daya beli relatif yang tak menghitung satuan barang di tiap negara. Bagaimanapun juga, ini tampak seperti pedang bermata dua, karena bisa membuat daya relatif jadi mudah dihitung, sekaligus membuatnya terlihat lemah dibanding daya absolut.

Daya Beli Relatif

Daya beli relatif bisa dimaknai sebagai rasio nilai tukar di antara dua negara akan menyesuaikan demi merespon perbedaan rasio inflasi dua negara. Semisal disederhanakan, daya beli relatif merupakan perubahan nilai tukar dengan prosentase yang setara dengan perbedaan rasio inflasi.

Asumsikan rasio inflasi di Amerika yaitu 2% dan inflasi di Zona Eropa yaitu 0. Daya beli relatif kemudian menyatakan bahwa dolar akan melemah pada euro sebesar 2% tiap tahun. Pada kenyataannya, tak akan terlihat adanya penurunan langsung terhadap perubahan nilai tukar.

Eksportir dan importir harus dapat merespon perbedaan harga relatif pada satuan barang yang dijual-belikan, tapi di satu sisi harus konsisten dengan prinsip hukum satu harga. Ini lalu diikuti dengan membuat perbandingan rasio nilai tukar yang diimplikasi oleh daya beli ke rasio nilai tukar.

Dari sini trader forex mulai bisa melihat nilai suatu mata uang, apakah di atas harga atau di bawah harga. Tapi apakah benar daya beli bisa menciptakan situasi seperti demikian? Jawaban singkatnya, tak selalu. Paling tidak dalam jangka waktu pendek atau menengah.

Peran Daya Beli Dalam Bisnis

Penerapan perhitungan daya beli paling sering dimanfaatkan untuk membuat perbandingan metrik seperti nilai GDP dan upah pekerja dalam suatu negara. Saat melihat ke GDP, daya beli memungkinkan pemerintah atau siapapun melihat secara langsung perbandingannya secara langsung seperti apel ke apel, meski terdapat perbedaan biaya hidup dalam setiap wilayah.

Mari ambil satu contoh perbandingan pendapatan per kapita antara Inggris dan Meksiko. Cara tercepat tentu dengan mengambil rasio pecahan mata uang GBP/MXN, lalu mengkonversi pendapatan per kapita Meksiko dari peso (MXN) ke dalam wujud pound sterling (GBP).

Dengan melakukan langkah seperti ini hasilnya langsung bisa dilihat, karena tak harus melakukan pengamatan langsung mengenai seberapa jauh suatu mata uang tersebar dalam satu negara. Juga, jika rasio nilai tukar berubah mendadak, situasi ini akan menciptakan perbedaan besar untuk dibandingkan.

Pendapatan per kapita tiap negara terlihat tumbuh secara relatif terhadap lain, hanya karena fluktuasi sejenak dalam nilai tukar. Apa yang harusnya dilakukan yaitu menyesuaikan daya beli antara Meksiko dan Inggris. Rasio nilai tukar daya beli memungkinkan untuk membandingkan standar hidup dari semua negara.

Kelemahan Daya Beli

Pada faktanya, mengkonversi melalui rasio daya beli merupakan metode umum yang digunakan badan ekonomi dunia untuk membandingkan GDP, upah, dan lainnya. IMF merupakan organisasi finansial dunia yang sering memakai kompilasi data indeks daya beli untuk membuat kebijakan.

Untuk menentukan nilai daya beli, perhitungan harus keluar dari hukum satu harga. Dengan kata lain, daya beli hanya akan bisa dijalankan jika hukum satu harga sudah dijalankan lebih dulu. Satu contoh dari situasi seperti ini yaitu pada bahan bakar, bahwa terdapat variasi harga dari satu kota ke kota lain.

Ini menegaskan bahwa hukum satu harga bahkan tak berjalan sempurna di satu negara saja. Ini terjadi karena terdapat hambatan saat proses jual beli. Hambatan yang dimaksud dalam hal ini yaitu pajak, transportasi, juga lainnya. Inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya disparitas harga.

Yang lebih penting lagi, terdapat efek biaya lain yang bukan bagian dari transaksi. Beberapa item akan masuk hitungan tapi tak bisa ditransaksikan, contohnya seperti pekerja dan tanah. Daya beli juga bergantung pada seberapa kompetitif suatu market, yang selanjutnya menambah kesulitan sendiri untuk membuat kompilasi data.

Posting untuk Konsultasi dan Tanya Jawab :