Investasi saham merupakan bisnis dengan risiko tinggi, selain juga punya kelemahan. Beberapa risiko mungkin bisa dikelola lewat strategi tepat, meski sebagian tidak. Tapi selektif saat mengelola risiko bisa menjaga saham dari kemungkinan rugi sampai tingkat yang bisa diterima.
Bagaimanapun, beberapa jenis risiko kadang seperti turun temurun, yang tak bisa dikontrol sama sekali. Risiko semacam ini umumnya karena aspek ekonomi yang berkembang, juga ulah para investor sendiri. Itulah kenapa, bisnis saham sangat rentan terekspos beragam tipe risiko.
Pasar modal masih dianggap sebagai pilihan populer untuk investasi. Tapi untuk sebagian investor, ada sejumlah alasan bagus untuk tak ikut terlibat investasi di pasar modal. Paham dengan kelemahan dan risiko dari investasi saham bisa membantu menemukan satu jenis investasi yang tepat.
Pasar Dagang Saham
Bagi investor yang menyukai tantangan, investasi saham bisa menjadi pilihan menarik. Saham bisa dimaknai sebagai bagian kepemilikan atas usaha tertentu. Dengan membeli sejumlah saham di perusahaan tertentu, secara langsung investor merupakan salah satu pemilik badan usaha tersebut.
Investor akan dapat keuntungan yang biasa disebut dengan dividen. Saham memiliki capital gain, yaitu keuntungan berkali-kali liat daripada saat membeli. Singkatnya, makin banyak hak milik suatu saham, makin besar porsi keuntungan yang bakal diterima.
Pendapatan yang tertunda ini, bagaimanapun juga, bisa terefleksikan dari harga saham di pasar dagang yang naik. Pasar dagang merupakan tempat dimana saham diperdagangkan, entah untuk keperluan menjual atau membeli. Di tempat ini para pialang saham saling transaksi untuk mendapat profit.
Istilah umum yang sering dipakai untuk pasar dagang saham yaitu bursa saham. Sebagai informasi, ada dua jenis saham yang dianut saat ini, sebut saja saham khusus dan umum. Untuk jenis saham yang dijual di bursa saham biasanya berjenis saham umum dan siapa saja bisa membeli.
Dalam artian, saham sudah melantai di bursa saham dan sudah ditawarkan ke publik lewat IPO. Saham yang sudah melantai di pasar utama lalu dijual-belikan di pasar sekunder, yang mana satu investor akan membeli dari investor lain sesuai harga yang disepakati secara bersama.
Pasar sekunder atau bursa saham biasanya diatur pemerintah, dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI). Bursa saham akan memberi fasilitas para pialang untuk transaksi saham atau sekuritas lain. Meski begitu, hanya saham yang dicantumkan dalam bursa saja yang bisa dijual atau dibeli.
Risiko Investasi Saham
#1. Risiko pasar
Risiko suatu saham bisa dipengaruhi situasi perkembangan ekonomi atau kejadian lain yang punya kaitan dengan pasar. Risiko utama yang acapkali ditemui yaitu terkait ekuitas, yang kadang punya imbas langsung pada harga saham turun.
Harga saham di pasar modal pasti variasi, tergantung penawaran dan permintaan. Saat harga saham turun, ada kemungkinan risiko ekuitas makin besar. Pada intinya, risiko pasar bisa terjadi kapanpun saat harga saham di pasar tak sebanding dengan investasi.
#2. Risiko likuiditas
Ketidak-mampuan menjual saham sesuai harga yang berlaku di pasar termasuk diantara ciri risiko likuiditas. Artinya, untuk mendapat uang, saham harus dijual dengan harga lebih rendah daripada harga beli. Situasi seperti ini paling sering dialami investor pemula.
Likuiditas bisa muncul saat investasi yang ditanam tak bisa dijual kembali, atau tak bisa dijual cepat untuk mencegah rugi lebih banyak. Satu-satunya cara menghindari likuiditas yaitu lewat diversifikasi, yaitu melakukan investasi di banyak cabang komoditas.
#3. Risiko kredit
Investasi saham lewat pinjaman modal tak dianjurkan di berbagai situasi. Pinjaman modal bisa memberi kesulitan finansial karena tenggat waktu pembayan sudah tetapk. Di sisi lain, investasi begitu fluktuatif, yang artinya ada peluang investasi gagal total.
Risiko kredit gagal umum terjadi pada investor yang sering mengandalkan modal pinjaman untuk ikut investasi. Kalaupun mau memanfaatkan modal pinjaman, tak ada salahnya untuk sedikit mengevalusi kreditur lewat portofolio pemberian kredit.
#4. Risiko inflasi
Hilangnya kekuatan daya beli karena nilai investasi tak sebanding dengan kenaikan harga termasuk ciri dari risiko inflasi. Sederhananya, dengan nominal uang yang sama hanya bisa mendapat sedikit barang atau jasa. Masalahnya, risiko ini tak bisa diprediksi.
Memang, saham menawarkan perlindungan dari inflasi karena perusahaan bisa menaikkan harga untuk konsumennya. Jika situasi seperti ini, harga saham justru ada peluang naik selaras inflasi. Analoginya, pemilik properti bisa menaikkan harga sewa sesuai besaran inflasi.
#5. Risiko ekonomi
Satu risiko pasti dari investasi saham kerap dipengaruhi situasi ekonomi yang turun drastis. Kombinasi dari banyak faktor yang melibatkan hitung-hitungan ekonomi bisa jadi sebab indeks harga saham prosentasenya turun. Fenomena ini mungkin saja terjadi saat krisis moneter.
Strategi terbaik menghadapi risiko ekomoni yaitu ikut arus. Maksudnya, saat harga benar-benar turun, jaun lebih baik saham tak dilepas dulu. Tentunya sambil melirik pasar modal luar negeri yang kadang bisa memberi peluang lebih bagus karena perbedaan kondisi ekonomi.
#6. Risiko nilai
Situasi yang bisa memicu risiko nilai yaitu saat pasar bergerak mengejar sesuatu yang baru meski belum pasti, dan melupakan pasar yang sudah jadi. Ini juga bisa terjadi saat pasar jatuh sehingga menarik investor untuk ikut jatuh hingga keluar pasar.
Meski begitu, beberapa investor menganggap kalau risiko nilai merupakan hal bagus karena memberi peluang untuk beli saham saat harga sedang menukik tajam. Meski begitu, ini bukan hal bijak untuk dilakukan karena bisa mengganggu stabilitas finansial.
#7. Risiko komoditas
Merupakan risiko dari pergerakan naik turun suatu komoditas yang berpengaruh langsung ke sektor bisnis. Perusahaan yang menjual suatu komoditas pasti untung saat harga naik, tapi bisa saja menderita saat harga turun. Situasi naik turun sering dialami perusahaan baru.
Perusahaan yang mengandalkan komoditas khusus yang paling berisiko. Meski pada faktanya perusahaan yang tak mengandalkan komoditas tertentu juga bisa mengalami situasi serupa. Saat harga komoditas merangkak naik, konsumen pasti akan kehilangan daya beli.
#8. Risiko media
Ini umumnya punya kaitan langsung dengan media. Berita tentang suatu perusahaan bisa menggiring opini konsumen ke arah positif atau negatif. Bagus kalau opini yang didapat positif, tapi kalau yang didapat sebaliknya, nilai valuasi perusahaan bisa turun saat itu juga.
Tak ada perusahaan yang ampuh dari sorotan media. Cuma perlu satu baris kalimat sudah bisa membuat grafik menukik tajam. Efek selanjutnya sudah bisa diprediksi dengan mudah, harga saham perusahaan bisa ikut anjlok sehingga ada peluang investasi jadi gagal.
Satu yang harus disadari, kebanyakan perusahaan tak membayarkan dividen ke para pemegang saham, tapi menginvestasikan lagi untuk menunjang perkembangan perusahaan. Selain juga untuk menutup berbagai risiko yang mungkin muncul seriring perjalanan perusahaan.
Pemegang saham yang berpikir kalau perusahaan sedang mengalami fase pertumbuhan yang bagus pasti akan dengan rela hati tak dibayar asal investasi baru yang dikucurkan bisa memacu pendapatan perusahaan di masa depan.