Minggu lalu, mata uang Yuan mengalami peningkatan nilai setelah Pan Gongsheng, kepala lembaga administrasi valuta asing, menulis statemen di majalah Qiu Shi bahwa China tidak memiliki niatan untuk men-devaluasi Yuan untuk meningkatkan daya saing China di pasar global.

 

Walaupun demikian, China, sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, memiliki sejarah devaluasi mata uang yang cukup sering dari waktu ke waktu untuk mendongkrak kondisi perekonomian negaranya. Tuduhan ini sering dilontarkan oleh Donald Trump. Namun, ironisnya, dari tahun ke tahun, Pemerintahan AS sering memberikan tekanan kepada China agar melakukan devaluasi terhadap Yuan dengan argumen nilai Yuan saat itu memberikan keunggulan ekonomi yang terlalu tinggi bagi China dalam perdagangan internasional dan membuat harga-harga modal dan pekerja didalam negeri China menjadi sangat rendah. Tindakan China yang melakukan devaluasi Yuan di penghujung akhir tahun 2016 sebagai bagian dari langkah darurat untuk menyelamatkan perekonomiannya justru menimbulkan tuduhan bahwa langkah tersebut menjadi penyebab ketidakpastian dalam iklim ekonomi global.

 

Lantas, apakah dampak yang dialami China ketika melakukan devaluasi Yuan dan negara-negara lainnya yang melakukan hal yang sama ?

 

Peningkatan kegiatan Ekspor

Dalam pasar global, produk dari suatu negara harus bersaing dengan produk serupa dari negara-negara lainnya. Pembuat mobil di Eropa harus bersaing dengan pembuat mobil lainnya di Jepang dan Amerika. Dan apabila nilai mata uang Euro turun terhadap dolar, maka nilai mobil pabrikan Eropa di Jepang dalam dolar akan menjadi lebih murah daripada sebelumnya. Disisi lain, nilai mata uang yang lebih tinggi membuat kegiatan ekspor menjadi lebih mahal, dan akan mengurangi tingkat pembelian di negara-negara target ekspor.

Dengan kata lain, para eksportir menjadi lebih kompetitif di pasar global ketika nilai mata uang di negara eksportir lebih rendah daripada negara tujuan ekspor. Dan dengan kondisi serupa, kegiatan ekspor akan menjadi sangat menguntungkan, sementara kegiatan impor akan dikurangi. Walaupun demikian, terdapat 2 faktor yang dapat menggagalkan efek tersebut; yang pertama : peningkatan permintaan atas produk ekspor akan membuat harga produk di pasar global meningkat, sehingga kemudian menganulir efek dari devaluasi mata uang. yang kedua : apabila negara lain (terutama negara tujuan ekspor) mengambil langkah serupa, maka akan terjadi kondisi dimana negara-negara berlomba untuk menurunkan nilai mata uangnya guna mencapai kondisi yang ideal bagi kegiatan ekspornya. Hal tersebut dapat menimbulkan inflasi yang tidak terdeteksi.

 

Memperkecil Defisit dalam Neraca Perdagangan

Nilai Ekspor akan meningkat dan nilai impor akan berkurang dikarenakan kegiatan ekspor menjadi lebih murah dan kegiatan impor menjadi lebih mahal. Hal tersebut mendukung peningkatan kondisi kas negara, seiring dengan peningkatan ekspor dan penurunan impor maka akan ditemui defisit perdagangan dalam neraca perdagangan yang mulai berkurang. Kondisi defisit dalam neraca perdagangan yang cukup konsisten sudah tidak lazim ditemui di masa sekarang. Namun, berdasarkan teori-teori ekonomi, negara yang berada dalam kondisi defisit dalam neraca perdagangan akan berakibat buruk dalam jangka panjang dan dapat menimbulkan utang negara yang tinggi sehingga membuat kegiatan perekonomian negara tersebut menjadi terhambat. Maka, devaluasi atas nilai mata uang lokal negara tersebut dapat membantu mengkoreksi nilai pembayaran dalam kas negara dan mengurangi defisit tersebut.

Namun, terdapat sisi negatif dari pemikiran diatas. Devaluasi juga meningkatkan beban utang dari utang luar negeri ketika menggunakan mata uang dari dalam negeri. Hal tersebut merupakan problematika yang cukup pelik bagi negara-negara berkembang seperti India atau Argentina yang memiliki utang dalam Dollar Amerika dan Euro yang cukup banyak. Utang-utang asing tersebut akan menjadi lebih sulit untuk dilunasi, dan kemudian akan menurunkan tingkat kepercayaan warga atas mata uang lokal mereka; yang tercermin dalam pergerakan nilai mata uang dalam pasar forex.

 

Meringankan Beban Utang Negara

Insentif akan penerapan devaluasi bagi nilai mata uang lokal akan terlihat apabila pemerintahan sebuah negara secara rutin mengeluarkan surat utang negara (yang dibayarkan dengan mata uang lokal). Apabila nilai pembayaran / pelunasan utang berada dalam level yang tetap / fixed, nilai mata uang yang melemah membuat pembayaran atas utang tersebut menjadi lebih murah dari kondisi sebelum devaluasi.

Mari kita ambil contoh negara A yang memiliki kewajiban untuk membayarkan sejumlah $1 juta setiap bulannya sebagai bunga atas utang. Apabila uang lokal di-devaluasi nilainya menjadi hanya setengah nilai awal, maka pembayaran bunga sejumlah $1 juta tersebut hanya akan bernilai $500.000.

 

Posting untuk Konsultasi dan Tanya Jawab :