Saat baru terjun trading dalam forex, satu yang harus dipertimbangkan yaitu seberapa tinggi tingkat likuiditas yang ditawarkan market dibanding market finansial lain. Perhitungan kasar terakhir yaitu USD 5.1 trilyun, yang merupakan volume trading harian menurut sebuah laporan tahun 2016.
Likuiditas forex mempermudah dalam trading, yang membuat forex sebagai market paling populer di antara para trader. Meskipun demikian, perbedaan dalam market forex harus dipertimbangkan secara serius guna membaca situasi likuiditas yang berkembang dalam market.
Apa Itu Likuiditas dan Kenapa Penting?
Likuiditas pada market forex bisa dimaknai sebagai kemampuan suatu mata uang untuk ditransaksikan (jual beli) karena adanya permintaan. Saat trading menggunakan pasangan mata uang mayor, trader sebenarnya trading dalam market dengan likuiditas tinggi.
Trader berarti trading berdasarkan likuiditas yang tersedia dari suatu institusi finansial yang tentu saja bisa berakhir kalah atau menang. Sebagai catatan, tak semua pasangan mata uang punya likuiditas. Faktanya, pecahan uang punya tingkat likuiditas berbeda tergantung apakah mata uang tersebut masuk kategori mayor, minor, eksotis, termasuk pecahan yang sedang populer dalam market.
Likuiditas forex secara berangsung akan menurun saat trader ke pecahan mata uang minor lalu ke pecahan eksotis. Likuiditas tinggi pada market merujuk pada suatu mata uang yang bisa dibeli atau dijual dalam jumlah signifikan tanpa ada banyak perbedaan dalam nilai tukarnya.
Di antara contoh pasangan mata uang yang masuk golongan mayor yaitu EUR/USD, GBP/USD, USD/JPY, EUR/GBP, AUD/USD, USD/CAD, USD/CHF, dan NZD/USD. Dari daftar tersebut bisa ditarik kesimpulan, bahwa mata uang mayor kebanyakan melibatkan pecahan mata uang USD.
Likuiditas rendah dalam forex merujuk pada suatu pasangan mata uang yang tak bisa dijual atau beli dalam jumlah signifikan tanpa ada perbedaan besar pada nilai tukar. Satu di antara contoh pasangan mata uang yang masuk kategori eksotik yaitu PLN/JPY.
Likuiditas Vs. Kurang Likuiditas
Dari sudut pandang trader, market yang kurang likuid akan mengalami pergerakan tak tentu arah dan kesenjangan karena tingkat volume jual beli di satu periode bisa berbeda jauh. Market dengan likuiditas tinggi sering dikenal sebagai market dalam atau market halus dan pergerakan harga sangat rapi.
Kebanyakan trader butuh dan perlu market likuid karena akan sulit untuk mengelola risiko trading jika trader berada di arah yang salah jika pergerakan besar terjadi. Paling tidak ada beberapa tanda untuk mengetahui apakah market sedang likuid atau kurang likuid.
#1. Kesenjangan saat trading
Kesenjangan yang terjadi dalam market forex sangat jauh bervariasi dibanding market lain. Meski demikian, kesenjangan harga bisa terjadi dalam forex jika suku bunga berubah, atau saat ada berita besar diumumkan sehingga melawan ekspektasi kebanyakan trader.
Kesenjangan bisa berlangsung saat awal minggu, tepatnya saat hari Minggu dinihari untuk wilayah Amerika. Semisal ada pengumunan berita selama akhir pekan, maka secara keseluruhan kesenjangan yang terjadi dalam forex umumnya kurang dari 0.50% dari nilai mata uang.
Market apapun yang ditransaksikan selama 24 jam lebih cenderung mempunyai tingkat likuiditas lebih tinggi, atau cenderung mengalami kesenjangan yang rendah karena ekuitas market. Situasi ini memungkinkan trader untuk keluar masuk market sesuai kehendak.
Suatu market yang hanya membuka transaksi selama setengah hari seperti market ekuitas atau market saham bisa dikategorikan sebagai market tipis (kecil) karena harga hanya bisa melompat tinggi pada pembukaan jika pada saat dinihari berita keluar melawan ekspektasi banyak pihak.
#2. Indikator likuiditas forex
Broker sering menawarkan ke trader opsi ‘volume’ dalam chart yang mana trader bisa mengikuti perkembangan likuiditas dari market. Indikator likuiditas forex semacam ini sebenarnya dinterpretasikan dengan menganalisa pergerakan bar pada chart volume.
Tiap bar volume mewakili volume trading untuk periode waktu yang spesifik sehingga bisa memberi trader pandangan tentang perkiraan tingkat likuiditas. Sangat penting untuk diingat bahwa kebanyakan broker hanya melihat data likuiditas miliknya, bukan data likuiditas keseluruhan market.
Meski demikian, dengan menggunakan data likuiditas yang disediakan dari broker, trader sebenarnya sudah bisa melihat refleksi market. Data yang disampaikan trader sudah cukup bisa mewakili beberapa market, meski ini juga tergantung pada skala perusahaan broker.
#3. Likuiditas selalu berbeda dari waktu ke waktu
Trader jangka pendek dan trader scalping harus selalu waspada karena likuiditas pada forex selalu bervariasi meskipun dalam satu hari. Tentu ada waktu di mana pada jam-jam tertentu market kurang aktif, seperti sesi Asia, yang mana pergerakan market banyak didominasi range.
Artinya, level support resistance seringnya akan tertahan jika dilihat dari sudut pandang spekulasi. Pergerakan market mayor seperti sesi London atau sesi Amerika lebih rentan mengalami breakout dengan prosentase yang terhitung besar dalam setiap hari.
Waktu di mana trader bisa mengamati pergerakan besar dalam satu hari yaitu saat sesi pembukaan sesi Amerika karena hampir berbarengan dengan sesi London (Eropa), yang mana dua market besar ini secara kasar menguasai transaksi melebihi 50% dari volume trading global.
Sesi Amerika sendiri jika dihitung punya prosentase 20%, sedang sesi London mencapai lebih dari 30%. Pada sore hari menjelang penutupan, trader akan sering melihat penurunan tajam dan pergerakan secara agresif, terkecuali ada berita mengejutkan yang frekuensinya sangat jarang terjadi.
Risiko Likuiditas Vs. Profit
Hubungan antara risiko dan profit dalam market finansial apapun hampir proporsional, itu sebabnya muncul jargon ‘high profit high risk’. Oleh karenanya, memahami tiap risiko yang mungkin terlibat dalam satu trading harus dimasukkan dalam pertimbangan utama.
Gunanya untuk meminimalkan peluang risiko dan memperbesar potensi profit. Satu contoh utama dari risiko likuiditas yang terjadi pada market forex yaitu krisis Swis Franc pada 2015. Imbasnya bank sentral Swiss lalu mengumumkan mata uang ini tak akan dipasangkan lagi dengan euro.
Hasilnya market interbank menjadi berantakan karena ketidak-mampuannya menjaga harga dalam market. Situasi ini membuat broker enggan menawarkan likuiditas pada CHF. Saat interbank mencoba menghargai kembali, harga EUR/CHF masih jauh dari kata normal lagi.
Keadaan yang sedemikian rumit membuat akun trader yang menggunakan CHF terkena imbas paling besar. Meskipun kejadian ini sangat jarang, tapi bukan berarti tak mungkin terjadi. Trader forex individu harus mengelola risiko likuiditas dengan menurunkan tingkat leverage atau memanfaatkan order stop.
Dua cara ini setidaknya bisa menjauhkan trading dari paparan risiko akibat likuiditas yang naik turun secara drastis. Itulah kenapa trader tak boleh mengacuhkan perhitungan antara risiko likuiditas dan profit, bahkan dua hal ini harus dimasukkan sebagai bagian penting dari analisa.
Market forex sudah berevolusi, sehingga trader wajib melakukan evolusi guna mengimbangi perkembangan yang terjadi. Likuiditas bisa dimasukkan dalam analisa teknikal, tapi juga bisa dimasukkan ke dalam analisa fundamental karena hubungannya dengan suku bunga dan kondisi ekonomi.